Jumat, 20 April 2012

DALEM KEPANGERANAN


DALEM KEPANGERANAN
KERATON KASUNANAN SURAKARTA
Oleh: Dr. Titis S. Pitana, S.T., M.Trop.Arch.





Sebelum menginjak pembahasan tentang dalem kepangeranan, dirasa perlu untuk lebih dulu menengok pengertian dan siapa-siapa yang sebenarnya disebut sebagai seorang Pangeran. Terlepas dari terminologi kepangkatan yang ada di dalam struktur kepangkatan Karaton Surakarta (dalam tatanan adat kehidupan masyarakat Jawa), konotasi pemahaman yang melekat mengenai seorang Pangeran, yaitu putra atau menantu Sinuhun (Raja). Sementara itu, di dalam sruktur adat istiadat karaton, Pangeran adalah merupakan terminologi kepangkatan di dalam Karaton Jawa yang mempunyai kriteria graduasi dan stratifikasi berderajad tinggi.  Kriteria pertama pada umumnya, Pangeran adalah Putra Sinuhun (Raja) yang sudah dewasa dan dianggap sudah memiliki kapasitas dan kemampuan yang memadai berdasarkan penilaian prerogatif Sinuhun (Raja). 
Seorang Putera Raja, sebelum dewasa dan mendapat sebutan sebagai Pangeran, lazimnya diberi gelar GRM (Gusti Raden Mas). Setelah melalui penilaian yang dilakukan oleh Sinuhun (Raja), seorang putra Sinuhun bisa diangkat menjadi Pangeran dengan sebutan GPH (Gusti Pangèran Haryo).
Untuk tatanan adat kehidupan Karaton Surakarta Hadiningrat, gelar atau pangkat pangeran memiliki beberapa tataran pangkat lain yang pemberian dan pengangkatannya merupakan wewenang sepenuhnya Raja, misalnya: KGPH singkatan dari Kanjeng Gusti Pangeran Haryo; KGPHA singkatan dari Kanjeng Gusti Pangeran Aryo Adipati (pada masa tahta PB. XII sampai saat ini belum ada yang diangkat menjadi Adipati Anom semacam Putra Mahkota yang secara formal dan otomatis akan menggantikan Tahta Sinuhun bila sewaktu-waktu Sinuhun mangkat); KPH singkatan dari Kanjeng Pengeran Haryo; dan KP singkatan dari Kanjeng Pangeran.
Dari keterangan di atas dapat dilihat bahwa terminologi predikat atau sebutan Pangèran tersebut tidak selalu berarti predikat (Kekancingan) yang diberikan hanya kepada Putra Sinuhun, tetapi juga kepada para Sesepuh atau Pemuka Karaton, terutama yang masih memiliki hubungan darah sentana yang dekat dengan Tahta Sinuhun.
Untuk pembahasan Dalem Kepangeranan, akan lebih difokuskan pada Dalem-dalem Kepangeranan yang dibangun sekitar masa ketahtaan SISK PB. IX hingga SISK PB. X.  Hal ini dikarenakan, meskipun  pada masa pemerintahan Raja-raja sebelumnya sudah terdapat bangunan megah dan luas yang disebut Dalem Kepangeranan, akan tetapi type produk Dalem Kepangeranan yang paling banyak dikenali dan lebih jelas terlihat karakter konsepnya, yaitu dalem-dalem Kepangeranan yang dibangun pada masa PB IX dan PB X. Hal tersebut dikarenakan pada masa sebelumnya (PB XI dan PB XII), meski upaya pelestarian diperjuangkan semaksimal mungkin, tetapi karena pada masa itu situasi dan kondisi khususnya bagi Karaton Surakarta sedang mengalami masa yang serba sulit, sehingga banyak Dalem Kepangeranan yang sudah rata dengan tanah dan menjadi lahan tidur, ataupun sudah berpindah tangan yang kemudian berubah bentuk dan fungsi menjadi sebuah hotel.
Adapun Dalem Kepangèranan yang masih dikenal masyarakat Surakarta sampai sekarang ini,  yakni sebagai berikut.
1.        Dalem MANGKUBUMEN yang terletak di bagian dalam Beteng Baluwarti sebelah Barat Cempuri Karaton.
2.        Dalem POERWODININGRATAN yang terletak di bagian dalam Beteng Baluwarti sebelah Barat Laut Cempuri Karaton.
3.   Dalem SURYOHAMIJAYAN yang terletak di bagian dalam Beteng Baluwarti sebelah Utara Cempuri Karaton. 
4.   Dalem BROTODININGRATAN yang terletak di bagian dalam Beteng Baluwarti sebelah Barat-Daya Cempuri Karaton, tepatnya di ujung pertigaan antara Kanjengan Mangkubumen dan gerbang butulan kulon (lawang gapit kulon).

5.       Dalem MLOYOKUSUMAN yang terletak di bagian dalam Beteng Baluwarti sebelah Timur-Laut Cempuri Karaton (sekarang lokasinya masuk di dalam kampung Mloyosuman). 

6.    Dalem SURYANINGRATAN yang terletak di bagian dalam Beteng Baluwarti sebelah Timur Cempuri Karaton (sekarang lokasinya masuk di dalam kampung Mloyosuman).
7.    Dalem NOTONEGARAN yang terletak di bagian dalam Beteng Baluwarti sebelah Tenggara Cempuri Karaton (sekarang lokasinya masuk di dalam kampung Tamtaman).
8.    Dalem COKRONEGARAN yang terletak di bagian dalam Beteng Baluwarti sebelah Selatan Cempuri Karaton.
9.     Dalem NGABEYAN yang terletak di bagian dalam Beteng Baluwarti sebelah Selatan Cempuri Karaton. Dalem Kepengeranan ini sekarang menjadi milik BROBOSUTEDJO, dan telah mengalami renovasi pada tahun 1986.

10.    Dalem SOMABRATAN yang terletak di bagian luar Beteng Baluwarti sebelah Selatan Cempuri Karaton, sebelah Timur Alun-alun kidul (sekarang masuk dalam kawasan Kelurahan Gajahan).
11.    Dalem JAYASUMAN yang terletak di bagian luar Beteng Baluwarti sebelah selatan Cempuri Karaton, sebelah Timur Alun-alun kidul (sekarang masuk dalam kawasan Kelurahan Gajahan).
12.    Dalem HADIWIJAYAN yang terletak di bagian luar Beteng Baluwarti sebelah Barat Cempuri Karaton (sekarang masuk dalam kawasan Kelurahan Gajahan).
13.    Dalem SURYABRATAN yang terletak di bagian luar Beteng Baluwarti sebelah Selatan Cempuri Karaton, sebelah Barat-Daya Alun-alun kidul (sudah rata tanah karena beralih kepemilikannya ke PT. PATRA JASA-PERTAMINA dan direncanakan akan dibangun menjadi sebuah hotel (sekarang masuk dalam kawasan Kelurahan Danukusuman).
14.    Dalem WURYANINGRATAN yang terletak di bagian luar Beteng Baluwarti di lokasi arah Barat Karaton, di tengah kota Sala. Sekarang berada di Jalan Slamet Riyadi yang dulunya disebut Groote Postweg (sekarang pemiliknya sudah ganti PT.DANARHADI, dan dijadikan Museum Batik, fisik bentuk bangunan relatif dilestarikan).
15.    Dalem KUSUMOYUDAN yang terletak di bagian luar Beteng Baluwarti dilokasi arah Utara Karaton, ditengah kota Sala. Sekarang berada di dalam kawasan kampung Sumoyudan, dan dibangun kembali menjadi Hotel Sahid Kusuma (sebagian bangunannya relatif dilestarikan dan sebagian sudah terlalu modern).
       Dengan mengacu pada bentuk dan tampilan bangunan Dalem-dalem Kepangeranan yang tersebut di atas, secara arsitektural bangunan-bangunan tersebut memiliki suatu konsep dasar yang sama, yaitu konsep arsitektur Jawa. Keunikan arsitektur Jawa yang memiliki integralitas aspek-aspek filosofis, ekologi alami bahan bangunan, klimatologi, numerology (petung), modul ukuran, bahkan managemen site dan stratifikasi ketinggian bangunan dalam suatu kawasan, menjadikan bentuk-bentuk arsitektur sebagai bentuk yang sarat dengan makna-makna mistis dan simbolis.

Konsep arsitektur Jawa sesungguhnya adalah suatu konsep arsitektur yang berdimensi ganda, yaitu vertical metafisik, dan horizontal alam-insani-hayati, atau dengan istilah lain, arsitektur jawa merupakan refleksi dari dua konsep kejawen, sangkan paraning dumadi dan manunggaling kawulo gusti.
Kembali ke Dalem Kepangeranan, karena predikat Pangeran merupakan personifikasi yang memiliki martabat atau stratifikasi sosial dan kekerabatan yang tinggi, yaitu dekat dengan lingkaran kekuasaan Raja, sehingga Dalem Kepangeranan harus disesuaikan dengan rujukan angger-angger atau tatanan yang termaktub dalam Pranatan Yasa Wewangunan, yang disebut SERAT KALANG, dimana di dalamnya memiliki rujukan pranatan yang sangat akurat dan komplek, bahkan stratifikasi sosial seperti Pangeran atau kaum bangsawan yang dalam arsitektur Jawa memiliki stratifikasi aplikasi yang ditunjukkan di dalam bentuk atap.
Pada dasarnya bentuk atap arsitektur Jawa dapat dikelompokkan ke dalam lima bentuk baku yang merupakan bentuk pengembangan dari bentuk dasar, atap tajug atau masjid. Kelima bentuk baku tersebut yakni sebagai berikut.

1)      Atap Tajug atau Masjid
2)      Atap Joglo atau Tajug Loro
3)      Atap Limasan
4)      Atap kampung
5)      Atap Panggang-pe

Dilihat dari bentuk fisik dan pola tata ruang dan tata site dari Dalem Kepangeran, secara sederhana filosofi dan skala dasarnya memiliki kesamaan dengan konsep arsitektur Jawa (Arsitektur Suluk) yang digunakan oleh Karaton Surakarta. Hal tersebut terbukti dengan terdapatnya bagian-bagian seperti: pola pagar keliling, kori (gerbang) masuk, topengan, emperan, pendopo, pringgitan, ruang nDalem, penyekat patangaring yang juga terdapat lambang petanen, senthong tengah (krobongan), senthong kiwo, dan senthong tengen, gadri kiwo dan tengen, serta gandhok kiwo dan tengen. Hal ini merupakan refleksi pola tata site-plan bangunan inti Karaton serta Dhatuloyo, namun dalam skala yang lebih kecil dan lebih sederhana.